RAGAM PENELITIAN
Penelitian itu bermacam-macam ragamnya. Dalam bab “Pengantar: Apakah Penelitian Itu?” telah dibahas macam penelitian dilihat dari macam tujuannya, maka dalam bab ini ragam (variasi) penelitian dilihat dari:
1)macam bidang ilmu
2)macam pembentukan ilmu
3)macam bentuk data
4)macam paradigma keilmuan yang dianut
5)macam strategi (esensi alamiah data, proses pengumpulan dan pengolahan data)
6)lain-lain.
Selain itu, sebetulnya masih banyak ragam penelitian dilihat dari segi lainnya, tapi dalam bab
ini tidak akan dibahas—karena tidak berkaitan dengan program studi kuliah ini.
Ragam Penelitian menurut Bidang Ilmu
Secara umum, ilmu-ilmu dapat dibedakan antara ilmu-ilmu dasar dan ilmu-ilmu terapan. Termasuk kelompok ilmu dasar, antara lain ilmu-ilmu yang dikembangkan di fakultas-fakultas MIPA (Mathematika, Fisika, Kimia, Geofosika), Biologi, dan Geografi.
Kelompok ilmu terapan meliputi antara lain: ilmu-ilmu teknik, ilmu kedokteran, ilmu teknologi pertanian. Ilmu-ilmu dasar dikembangkan lewat penelitian yang biasa disebut sebagai “penelitian dasar” (basic research), sedangkan penelitian terapan (applied research) menghasilkan ilmu-ilmu terapan. Penelitian terapan (misalnya di bidang fisika bangunan) dilakukan dengan memanfaatkan ilmu dasar (misal: fisika). Oleh para perancang teknik, misalnya, ilmu terapan dan ilmu dasar dimanfaatkan untuk membuat rancangan keteknikan (misal: rancangan bangunan). Tentu saja, dalam merancang, para ahli teknik bangunan tersebut juga mempertimbangkan hal-hal lain, misalnya: keindahan, biaya, dan sentuhan budaya. Catatan: Suriasumantri (1978: 29) menamakan penelitian dasar tersebut di atas sebagai “penelitian murni” (penelitian yang berkaitan dengan “ilmu murni”, contohnya: Fisika teori).
Pada perkembangan keilmuan terbaru, sering sulit menngkatagorikan ilmu dasar dibedakan dengan ilmu terapan hanya dilihat dari fakultasnya saja. Misal, di Fakultas Biologi dikembangkan ilmu biologi teknik (biotek), yang mempunyai ciri-ciri ilmu terapan karena sangat dekat dengan penerapan ilmunya ke praktek nyata (perancangan produk). Demikian juga, dulu Ilmu Farmasi dikatagorikan sebagai ilmu dasar, tapi kini dimasukkan sebagai ilmu terapan karena dekat dengan terapannya di bidang industri. Karena makin banyaknya hal-hal yang masuk pertimbangan ke proses perancangan/perencanaan, selain ilmu-ilmu dasar dan terapan, produk-produk perancangan/perencanaan dapat menjadi obyek penelitian. Penelitian seperti ini disebut sebagai penelitian evaluasi (evaluation research) karena mengkaji dan mengevaluasi produk-produk tersebut untuk menggali pengetahuan/teori “yang tidak terasa” melekat pada produk-produk tersebut (selain ilmu-ilmu dasar dan terapan yang sudah ada sebelumnya).
Bila tidak melihat apakah penelitian dasar atau terapan, maka macam penelitian menurut bidang ilmu dapat dibedakan langsung sesuai macam ilmu. Contoh: penelitian pendidikan, penelitian keteknikan, penelitian ruang angkasa, pertanian, perbankan, kedokteran, keolahragaan, dan sebagainya (Arikunto, 1998: 11).
Ragam Penelitian menurut Pembentukan Ilmu
Ilmu dapat dibentuk lewat penelitian induktif atau penelitian deduktif. Diterangkan secara sederhana, penelitian induktif adalah penelitian yang menghasilkan teori atau hipotesis, sedangkan penelitian deduktif merupakan penelitian yang menguji (mengetes) teori atau hipotesis (Buckley dkk., 1976: 21). Penelitian deduktif diarahkan oleh hipotesis yang kemudian teruji atau tidak teruji selama proses penelitian. Penelitian induktif diarahkan oleh keingintahuan ilmiah dan upaya peneliti dikonsentrasikan pada prosedur pencarian dan analisis data (Buckley dkk., 1976: 23). Setelah suatu teori lebih mantap (dengan penelitian deduktif) manusia secara alamiah ingin tahu lebih banyak lagi atau lebih rinci, maka dilakukan lagi penelitian induktif, dan seterusnya beriterasi sehingga khazanah ilmu pengetahuan semakin bertambah lengkap. Secara lebih jelas, penelitian deduktif dilakukan berdasar logika deduktif, dan penelitian induktif dilaksanakan berdasar penalaran induktif (Leedy, 1997: 94-95). Logika deduktif dimulai dengan premis mayor (teori umum); dan berdasar premis mayor dilakukan pengujian terhadap sesuatu (premis minor) yang diduga mengikuti premis mayor tersebut. Misal, dulu kala terdapat premis mayor bahwa bumi berbentuk datar, maka premis minornya misalnya adalah bila kita berlayar terus menerus ke arah barat atau timur maka akan sampai pada tepi bumi. Kelemahan dari logika deduktif adalah bila premis mayornya keliru.
Kebalikan dari logika deduktif adalah penalaran induktif. Penalaran induktif dimulai dari observasi empiris (lapangan) yang menghasilkan banyak data (premis minor). Dari banyak data tersebut dicoba dicari makna yang sama (premis mayor)—yang merupakan teori sementara (hipotesis), yang perlu diuji dengan logika deduktif.
Ragam Penelitian menurut Bentuk data (kuantitatif atau kualitatif)
Macam penelitian dapat pula dibedakan dari “bentuk” datanya, dalam arti data berupa data kuantitatif atau data kualitatif. Data kuantitatif diartikan sebagai data yang berupa angka yang dapat diolah dengan matematika atau statistik, sedangkan data kualitatif adalah sebaliknya (yaitu: datanya bukan berupa angka yang dapat diolah dengan matematika atau statistik). Meskipun demikian, kadang dilakukan upaya kuantifikasi terhadap data kualitatif menjadi data kuantitatif. Misal, persepsi dapat diukur dengan membubuhkan angka dari 1 sampai 5.
Penelitian yang datanya berupa data kualitatif disebut penelitian kuantitatif. Dalam penelitian seperti itu, sering dipakai statistik atau pemodelan matematik. Sebaliknya, penelitian yang mengolah data kualitatif disebut sebagai penelitian kualitatif. Berkaitan dengan macam paradigma (positivisme, rasionalisme, fnomenologi) yang dibahas di bagian berikut, macam penelitian dapat dikombinasikan, misal: penelitian rasionalisme kuantitatif, penelitian rasionalisme kualitatif (misal: penelitian yang mengkait pola kota atau pola desain bangunan).
Ragam Penelitian menurut Paradigma Keilmuan
Menurut Muhajir (1990), terdapat tiga macam paradigma keilmuan yang berkaitan dengan penelitian, yaitu: (1) positivisme, (2) rasionalisme, dan (3) fenomenologi. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dalam beberapa sudut pandang (a) sumber kebenaran/teori, dan (2) teori yang dihasilkan dari penelitian. Dari sudut pandang sumber kebenaran, paradigma positivisme percaya bahwa kebenaran hanya bersumber dari empiri sensual, yaitu yang dapat ditangkap oleh pancaindera, sedangkan paradigma rasionalisme percaya bahwa sumber kebenaran tidak hanya empiri sensual, tapi juga empiri logik (pikiran: abstraksi, simplifikasi), dan empiri etik (idealisasi realitas). Paradigma fenomenologi menambah semua empiri yang dipercaya sebagai sumber kebenaran oleh rasionalisme dengan satu lagi yaitu empiri transcendental (keyakinan; atau yang berkaitan dengan Ke-Tuhan-an). Dari pandangan teori yang dihasilkan, penelitian dengan berbasis paradigma positivisme atau rasionalisme, keduanya menghasilkan sumbangan kepada khazanah ilmu nomotetik (prediksi dan hukum-hukum dari generalisasi). Di lain pihak, penelitian berbasis fenomenologi tidak berupaya membangun ilmu dari generalisasi, tapi ilmu idiografik (khusus berlaku untuk obyek yang diteliti). Sering ditanyakan manfaat dari ilmu yang berlaku local dibandingkan ilmu yang berlaku umum (general). Keduanya saling melengkapi, karena ilmu lokal menjelaskan kekhasan obyek dibandingkan yang umum. Misal, kini sedang berkembang ilmu tentang ASEAN (ASEAN studies). Manfaat dari ilmu semacam ini dapat dicontohkan sebagai berikut: di negara barat, banyak orang ingin berdagang di ASEAN; agar berhasil baik, mereka perlu mempelajari tatacara/kebiasaan/kultur berdagang di ASEAN, maka mereka mempelajari ilmu lokal yang menjelaskan perbedaan tatacara perdagangan di kawasan tersebut dibanding tatacara perdagangan yang umum di dunia.
Untuk lebih menjelaskan perbedaan antar ketiga macam penelitian berbasis tiga macam paradigma yang berbeda tersebut, di bawah ini (lihat Tabel Ragam-1)satu per satu dibahas lebih lanjut, terutama dari (a) kerangka teori sebagai persiapan penelitian, (b) kedudukan obyek dengan lingkungannya, (c) hubungan obyek dan peneliti, dan (d) generalisasi hasil—sumber: Muhadjir (1990).
Ragam Penelitian menurut Strategi (Opini, Empiris, Arsip, Logika internal)
Buckley dkk. (1976: 23) menjelaskan arti metodologi, strategi, domain, teknik, sebagai berikut:
1)Metodologi merupakan kombinasi tertentu yang meliputi strategi, domain, dan teknik yang dipakai untuk mengembangkan teori (induksi) atau menguji teori (deduksi).
2)Strategi terkait dengan sifat alamiah yang esensial dari data dan proses data tersebut dikumpulkan dan diolah.
3)Domain berkaitan dengan sumber data dan lingkungannya.
4)Teknik terkait dengan alat pengumpulan dan pengolahan data. Teknik dibedakan dua macam, yaitu:
a)Teknik “formal” merupakan teknik yang diterapkan secara obyektif dan menggunakan data kuantitatif.
b)Teknik “informal” merupakan teknik yang diterapkan secara subyektif dan menggunakan data kualitatif.
Secara lebih sederhana, dapat dikatakan bahwa strategi berkaitan dengan “cara” kita melakukan pengembangan atau pengujian teori. Berkaitan dengan strategi, ragam penelitian dapat dibedakan menjadi empat, yaitu penelitian: (1) opini, (2) empiris, (3) kearsipan, dan (4) analitis.
1.Penelitian Opini
Bila peneliti mencari pandangan atau persepsi orang-orang terhadap suatu permasalahan, maka ia melakukan penelitian opini. Orang-orang tersebut dapat merupakan kelompok atau perorangan (jadi domain-nya dapat berupa kelompok atau individual). Terdapat banyak ragam metode/teknik yang dapat dipakai untuk penelitian opini perorangan, salah satunya yang populer dan formal adalah: metode penelitian survei (survey research)1. Selain itu, penjaringan persepsi perorangan yang informal dapat dilakukan dengan teknik wawancara. Untuk mengumpulkan opini kelompok, secara formal, dapat dipakai metode Delphi. Metode ini dilakukan terhadap kelompok pakar, untuk mengembangkan konsensus—atau tidak adanya konsensus—dengan menghindari pengaruh opini antar pakar2. Teknik informal untuk menggali opini kelompok dapat dilakukan antara lain dengan curah gagas (brainstorming)3. Cara ini dilakukan dengan (a) menfokuskan pada satu masalah yang jelas, (b) terima semua ide, tanpa disangkal, tanpa melihat layak atau tidak, dan (c) katagorikan ide-ide tersebut.
2.Penelitian Empiris
Empiris terkait dengan observasi atau kejadian yang dialami sendiri oleh peneliti. Penelitian empiris dapat dibedakan dalam tiga macam bentuk, yaitu: studi kasus, studi lapangan, dan studi laboratorium. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu: (a) keberadaan rancangan eksperimen, dan (b) keberadaan kendali eksperimen—seperti terlihat pada tabel berikut:
Teknik observasi merupakan teknik yang dapat dipakai untuk ketiga macam penelitian empiris di atas. Selain itu, untuk studi lapangan dapat dipakai teknik studi waktu dan gerak (time and motion study), misal dibantu dengan peralatan kamera video, TV sirkuit rertutup, atau alat “penangkap” kejadian (sensor) dan perekam yang lain. Untuk studi laboratorium dapat dilakukan antara lain dengan simulasi (misal dengan komputer).
3.Penelitian Kearsipan
“Arsip”, dalam hal ini, diartikan sebagai rekaman fakta yang disimpan. Kita bedakan tiga tipe arsip, yaitu: (1) primer, (2) sekunder, dan (3) fisik. Dua tipe yang pertama berkaitan dengan arsip tertulis, tape, dan bentuk -bentuk lain dokumentasi. Arsip primer adalah rekaman fakta langsung oleh perekamnya (misal: data perkantoran), sedangkan arsip sekunder merupakan hasil rekaman orang/pihak lain. Tipe ketiga, yaitu arsip fisik, dapat berupa batu candi, jejak kaki, dan sebagainya. Teknik informal dalam penelitian ini berupa antara lain: scanning dan observasi.
Teknik formal untuk arsip tertulis primer dapat dilakukan dengan metode analisis isi (content analysis). Terhadap arsip sekunder dapat dilakukan teknik sampling, sedangkan terhadap arsip fisik dapat dilakukan antara lain dengan pengukuran erosi dan akresi (untuk penelitian arkeologi).
4.Penelitian Analitis
Terdapat problema penelitian yang tidak dapat dipecahkan dengan penelitian opini, empiris atau kearsipan. Penelitian tersebut perlu dipecahkan secara analitis, yaitu dilakukan dengan cara memecah problema menjadi sub-sub problema (atau variabel-variabel) dan dicari karakteristik tiap sub problema (variabel) dan keterkaitan antar sub problema (variabel). Penelitian analitis sangatmenggantungkan diri pada logika internal penelitinya, sehingga subyektivitas peneliti perlu dihindari. Untuk itu, penelitian analitis perlu mendasarkan diri pada filsafat atau logika. Terdapat berbagai teknik formal dalam penelitian analitis, antara lain: logika matematis, pemodelan matematis, dan teknik organisasi formal (flowcharting, analisis jaringan, strategi pengambilan keputusan, algoritma, heuristik). Catatan: Riset operasi merupakan pengembangan dari penelitian analitis. Teknik informal untuk penelitian analitis meliputi antara lain: skenario, dialektik, metode dikotomus, metode teralogis—lihat Buckley dkk. (1976: 27).
Ragam Penelitian Lain-lain
Dalam literatur terdapat banyak ragam penelitian menurut berbagai sudut pandang, dan tidak semua ragam dapat dibahas disini. Pembahasan lain-lain hanya akan melihat ragam penelitian bersumber dari tiga pustaka, yaitu buku Arikunto (1998), Suryabrata (1983)4, dan Yin (1989)5.
1.Ragam Penelitian menurut pendekatan—sumber: Arikunto (1998: 9-10)
a.Penelitian dengan pendekatan longitudinal (satu obyek penelitian dilihat bergerak sejalan dengan waktu)
b.Penelitian dengan pendekatan penampang-silang (cross-sectional—yaitu banyak obyek penelitian dilihat pada satu waktu yang sama).
2.Ragam Penelitian—sumber: Suryabrata (1983: 15-64)
a.Historis (membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif)
b.Deskriptif (membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu)
c.Perkembangan (menyelidiki pola dan urutan pertumbuhan dan/atau perubahan sebagai fungsi waktu)
d.Kasus/Lapangan (mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu obyek)
e.Korelasional (mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi suatu faktor dengan variasi faktor lain berdasar koefisien korelasi)
f.Eksperimental sungguhan (menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan melakukan kontrol/kendali)
g.Eksperimental semu (mengkaji kemungkinan hubungan sebab akibat dalam keadaan yang tidak memungkinkan ada kontrol/kendali, tapi dapat diperoleh informasi pengganti bagi situasi dengan pengendalian)
h.Kausal-komparatif (menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat, tapi tidak dengan jalan eksperimen—dilakukan denganpengamatan terhadap data dari faktor yang diduga menjadi penyebab, sebagai pembanding)
i.Tindakan (mengembangkan ketrampilan baru atau pendekatan baru dan diterapkan langsung serta dikaji hasilnya).
Ragam Penelitian & Syarat penelitian
Melihat banyak ragam penelitian dari berbagai sudut pandang dan dari berbagai pendapat para penulis, maka kita perlu hati-hati dalam menyebut ragam penelitian kita, karena dengan istilah yang sama tapi orang lain mungkin menangkap artinya secara berbeda. Sering pula untuk satu pengertian yang sama tapi diberi istilah yang berbeda. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa penelitian perlu dilakukan dengan syarat:
1)SISTEMATIK (menuruti prosedur tertentu, tidak ruwet), dan
2)OBYEKTIF (tidak subyektif, dengan sampel yang cukup, dipublikasikan agar dapat dievaluasi oleh kelompok pakar bidangnya/ peer)
Catatan: syarat menjadi peneliti yang baik meliputi antara lain: mampu berpikir sistematis, dan jujur.
Berhentilah anda menunggu kesempatan, ambil segera kesempatan yang datang, karena kesempatan tidak akan datang untuk yang kedua kalinya.
Jumat, Juli 17, 2009
Polymerase Chain Reaction
Dasar Teknik Amplifikasi DNA dan Applikasinya
Laboratorium Sentral Biologi Molekuler & Seluler
I. Pendahuluan
Perkembangan bioteknologi modern di awal tahun 1970-an telah membuka cakrawala baru dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai disiplin ilmu bergerak bersama dalam proses pengembangan teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian biologi molekuler. Kajian aktivitas terpadu antar ilmu-ilmu biologi, biokimia, genetika, mikrobiologi, teknik kimia, komputasi, dan biofisika dengan menggunakan pendekatan biologi molekuler untuk menghasilkan suatu barang dan jasa yang terkait dengan perkembangan IPTEK.
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target.
Penggunaan PCR telah berkembang secara cepat seirama dengan perkembangan biologi molekuler. PCR digunakan untuk identifikasi penyakit genetik, infeksi oleh virus, diagnosis dini penyakit seperti AIDS, Genetic profiling in forensic, legal and bio-diversity applications, biologi evolusi, Site-directed mutagenesis of genes dan mRNA Quantitation di sel ataupun jaringan.
Tabel 1 Amplifikasi Geometrik (X=2 n)
Siklus PCR
Jumlah Relatif Molekul
1
2
2
4
3
8
4
16
5
32
6
64
10
1.024
20
1. 048.576
30
1.073.741.824
1.1 Teknik Dasar Amplifikasi PCR
Penemuan awal dari teknik PCR didasarkan pada tiga waterbaths yang mempunyai temperatur yang berbeda. Thermal-cycler pertama kali dipublikasikan pada tahun 1986, akan tetapi DNA polymerase awal yang digunakan masih belum thermostable, dan harus ditambahkan disetiap siklusnya. Kelemahan lain temperature 37°C yang digunakan bias dan menyebabkan non-specific priming, sehingga menghasilkan produk yang tidak dikehendaki. Taq DNA polymerase yang diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus (Taq) dikembangkan pada tahun 1988. Ensim ini tahan sampai temperature mendidih 100°C, dan aktifitas maksimal pada temperatur 92-95°C.
Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi, annealing dan ekstensi oleh enzim DNA polimerase. Sepasang primer oligonukleotida yang spesifik digunakan untuk membuat hibrid dengan ujung-5’ menuju ujung-3’ untai DNA target dan mengamplifikasi untuk urutan yang diinginkan. Dasar siklus PCR ada 30-35 siklus meliputi:
denaturation (95°C), 30 detik
annealing (55–60°C), 30 detik
extension (72°C), waktu tergantung panjang pendeknya ukuran DNA yang diinginkan sebagai produk amplifikasi.
Peningkatan jumlah siklus PCR diatas 35 siklus tidak memberikan efek yang positif, seperti yang terlihat pada gambar1B
Gambar1. Siklus dasar PCR. A. Sistem tiga temperatur yang berbeda. B. Kenaikan hasil amplifikasi menunjukkan pertumbuhan sigmoid.
1.1.1 Denaturasi untai ganda DNA
Denaturasi untai ganda DNA merupakan langkah yang kritis selama proses PCR. Temperatur yang tinggi pada awal proses menyebabkan pemisahan untai ganda DNA. Temperatur pada tahap denaturasi pada kisaran 92-95ºC, suhu 94ºC merupakan pilihan standar.
Gambar2. Reaksi skematis proses amplifikasi.
Temperatur denaturasi yang tinggi membutuhkan kandungan GC yang tinggi dari DNA template, tetapi half-life dari Taq DNA Polymerase menekan secara tajam pada temperatur sekitar 95ºC.
1.1.2 Primer Annealing
Primer Annealing, pengenalan (annealing) suatu primer terhadap DNA target tergantung pada panjang untai, banyaknya kandungan GC, dan konsentrasi primer itu sendiri. Optimalisasi temperatur annealing dimulai dengan menghitung Melting Temperature (Tm) dari ikatan primer dan DNA template. Cara termudah menghitung untuk mendapatkan melting-temperatur yang tepat menggunakan rumus Tm = {(G+C)x4} +{ (A+T)x2}. Rumus standar dapat dilihat di subbab primer pada komponen PCR. Sedang temperatur annealing biasanya 5ºC ddibawah Tm primer yang sebenarnya. Secara praktis, Tm ini dipengaruhi oleh komponen buffer, konsentrasi primer dan DNA template.
Gambar3. Optimalisasi Temperatur Annealing. Primer dikalkulasi untuk menentukan annealing temperature (misal 54°C). Temperature must be confirmed practically dengan menggunakan gradient cycler. Step temperature berjarak 2°C per gradient analysis.
Amplifikasi akan lebih effisien bila temperatur annealing tidak kurang dari 37ºC agar tidak terjadi mispriming. Oleh karena itu, pada temperatur sekitar 55ºC akan dihasilkan amplifikasi produk yang mempunyai spesifitas yang tinggi. Penyusunan primer dapat dilihat disubbab primer dari komponen primer. Primer ini akan menempel pada urutan nukleotida yang sesuai dengan urutan primer itu sendiri, dan menempel pada posisi ujung-5’ dari untai DNA target yang telah terurai pada proses sebelumnya.
1.1.3 DNA Polymerase extension
Pada tahap extension ini terjadi proses pemanjangan untai baru DNA, dimulai dari posisi primer yang telah menempel di urutan basa nukleotida DNA target akan bergerak dari ujung 5’ menuju ujung 3’ dari untai tunggal DNA. Proses pemanjangan atau pembacaan informasi DNA yang diinginkan sesuai dengan panjang urutan basa nukleotida yang ditargetkan. Pada setiap satu kilobase (1000bp) yang akan diamplifikasi memerlukan waktu 1 menit. Sedang bila kurand dari 500bp hanya 30 detik dan pada kisaran 500 tapi kurang dari 1kb perlu waktu 45 detik, namun apabila lebih dari 1kb akan memerlukan waktu 2 menit di setiap siklusnya (lihat contoh pada tabel 2). Adapun temperatur ekstensi berkisar antara 70-72°C.
Tabel 2. Beberapa contoh program PCR
Program
Jumlah siklus
Tahapan
Temperatur
Waktu
1. Gen A
(produk 465bp)
1
Hot-start (denaturasi awal)
92°C
5menit
30
Denaturation
92°C
30 detik
Annealing
55°C
30 detik
Extention
70°C
30 detik
1
Ektensi Akhir
70°C
7 menit
2. Gen B
(produk 675b)
1
Hot-start (denaturasi awal)
94°C
2menit
35
Denaturation
94°C
30 detik
Annealing
60°C
30 detik
Extention
72°C
45 detik
1
Ektensi Akhir
72°C
7 menit
II. Komponen PCR
Pada reaksi PCR diperlukan DNA template, primer spesifik, ensim DNA polimerase yang thermostabil, buffer PCR, ion Mg 2+, dan thermal cycler.
2.1 Template DNA
Ukuran target amplifikasi biasanya kurang dari 1000 pasangan basa (bp) atau 1KB, Hasil amplifikasi yang efisien antara 100-400bp. Walaupun kemungkinan hasil amplifikasi lebih dari 1 kB tetapi prosesnya kurang efisien, karena produk yang panjang rentan terhadap inhibitor yang mempengaruhi kerja ensim DNA polymerase dan waktu yang diperlukan lebih lama. Hal ini dapat menyebabkan hasil amplifikasi yang tidak diinginkan.
Kemurnian DNA target sangat penting, karena ketidakmurnian suspensi DNA dapat mempengaruhi reaksi amplifikasi dan dapat menghambat kerja ensim DNA polymerase. Meskipun demikian, pada kondisi tertentu amplifikasi PCR masih dapat bekerja dalam suspensi kasar, seperti koloni bakteri. Bakteri tidak perlu diekstraksi dan secara langsung dicampurkan pada PCR mix solution sebagai template.
Pemilihan target yang akan diamplifikasi perlu memperhatikan kestabilan genetik dari daerah/urutan nukleotida yang ditargetkan. Perubahan atau hilangnya sebagian urutan target akan berakibat hilangnya reaktivitas. Bagian dari plasmid yang membawa sifat virulensi suatu bakteri adalah salah satu contoh elemen genetik yang potensial tidak stabil. Elemen genetik ini bisa hilang waktu isolai atau pemindahan serial. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya amplifikasi segera dilakukan setelah isolasi DNA selesai.
2.2 Primers
Primer disusun dari sintesis oligonukleotida sepanjang 15-32bp dan primer ini harus mampu mengenali urutan yang akan diamplifikasi. Untuk standar amplifikasi sepasang primer akan mempunyai kisaran pasangan basa sekitar 20 basa panjangnya pada tiap primernya. Kandungan GC harus antara 45-60%. Annealing temperatur antara primer yang digunakan harus berkisar antara 1°C. Ujung 3’ dari setiap primer harus G atau C, akan tetapi hindari susunan nukleotida G/C berturut-turut tiga pada ujung ini, misal CCG, GCG, GGC, GGG, CCC, GCC. Pada penentuan atau penyusunan sepasang primer, penting diperhatikan urutan primer tidak saling komplementer sehingga membentuk dimer-primers, berikatan satu sama lain, atau membentuk hairpins. Hal lainnya hindari menyusun primer pada daerah DNA repetitif. Selain itu, faktor homologi urutan nukleotida dengan urutan DNA target sangat mempengaruhi kestabilan ikatan keduanya. Semakin tinggi prosentase homologi semakin stabil ikatan yang terbentuk.
5´-ACCGGTAGCCACGAATTCGT-3´
| | | | | | | | | |
3´-TGCTTAAGCACCGATGGCCA-5´
Gambar4. Bentuk dimer-primer dari sepasang primer
Temperatur annealing sangat tergantung pada primer dengan Tm yang tertentu. Penentuan formula primer ditentukan secara teoritikal oleh Tm asam nukleat. Formula di bawah ini dapat digunakan untuk mengestimasi titik Tm untuk oligonucleotida primer yang diinginkan:
Tm = 81.5 + 16.6 x (log10[Na+]) + 0.41 x 9%G+C) -675/n
Dimana [Na+] adalah konsentrasi molar garam, [Na+]=[K+]; dan n= jumlah basa dalam oligonukleotida.
2.3 Taq DNA polymerase
Enzim ini bersifat thermostabil dan diisolasi dari Thermus aquaticus. Aktivitas polimerisasi DNAnya dari ujung-5’ ke ujung-3’ dan aktivitas enzimatik ini mempunyai waktu paruh sekitar 40 menit pada 95ºC. Biasanya untuk setiap 100μl volume reaksi ditambahkan 2.0-2.5 unit Taq polymerase. Penggunaan enzim ini harus diperhatikan proses penyimpanan (selalu di freezer -20ºC) dan juga pada saat pengambilan tidak boleh terlalu lama di temperatur ruang, usahakan selalu dalam kotak berisi water-ice. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kerusakan enzim yang mungkin terjadi akibat pengaruh perubahan temperatur. Taq DNA polymerase yang digunakan dalam PCR adalah milik paten asli dari perusahaan Promega. Walaupun pada saat ini telah banyak dikembangkan oleh perusahaan yang lain.
2.4 PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3) dan 1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA template dan primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum dengan kombinasi yang lain. Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau dengan MgCl2.
Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang sangat kritikal, karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses annealing primer, temperatur dissosiasi untai DNA template, dan produk PCR. Hal ini disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ itu sangat rendah. Hal ini penting untuk preparasi DNA template yang tidak mengandung konsentrasi chelating agent yang tinggi, seperti EDTA atau phosphat. Ion Mg2+ yang bebas bila terlalu rendah atau tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR, sedang bila terlalu banyak ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan produk PCR yang tidak diinginkan. Penentuan kisaran konsentrasi Mg2+ dapat dilihat pada gambar 5, pada setiap step bervariasi berjarak0.5 mM.
Gambar5. Hasil PCR berdasarkan optimalisasi konsentrasi Mg 2+. M: Marker DNA, blank: kontrol negatif, kolom 2,3, dst hasil amplifikasi.
2.5 Nucleotides (dNTPs)
Konsentrasi yang biasanya digunakan untuk setiap dNTP adalah 200 μM. Pada konsentrasi ini penting untuk mengatur konsentrasi ke-empat dNTP pada titik estimasi Km untuk setiap dNTP. 50mM, harus selalu diatur pH7.0. Konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan ketidakseimbangan dengan enzim polymerase. Sedang pada konsentrasi rendah akan memberikan ketepatan dan spesifitas yang tinggi tanpa mereduksi hasil akhir. Total konsentrasi dNTP dan ion saling terkait dan tidak akan merubah secara bebas.
2.6 PCR Thermal Cycler
PCR thermal cycler pertama kali dikembangkan oleh perusahaan PerkinElmer sebagai pemegang paten asli. Pada saat ini telah diproduksi berbagai macam tipe alat PCR thermal cycler ini dari berbagai perusahaan yang bergerak dalam bioteknologi. Walaupun nama masing-masing alat itu berbeda tetapi prinsip kerjanya sama.
Gambar6. PCR thermal cycler multi-block system
Alat ini secara tepat meregulasi temperatur dan siklus waktu yang dibutuhkan untuk reprodusibilitas dan keakuratan reaksi amplifikasi. Seperti telah disebutkan di atas, siklus PCR terbagi atas tiga step utama yaitu DNA denaturation (92-95ºC, selama 30-60 detik), primer annealing (50-64ºC, selama 60-120 detik), dan extention (70-72ºC, selama 30-120 detik). Siklus ini berulang 20-35 kali. Siklus utama ini diawali terlebih dahulu oleh dengan hot-start misal 94ºC selama 5 menit (lihat tabel 2 diatas). Langkah ini dilakukan untuk memaksimalkan proses denaturasi DNA template, karena apabila denaturasi tidak sempurna akan menyebabkan kegagalan proses PCR. Setelah siklus utama berakhir, maka ditambah program final extension dengan temperatur 70-72ºC selama 7-10 menit.
Laboratorium Sentral Biologi Molekuler & Seluler
I. Pendahuluan
Perkembangan bioteknologi modern di awal tahun 1970-an telah membuka cakrawala baru dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai disiplin ilmu bergerak bersama dalam proses pengembangan teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian biologi molekuler. Kajian aktivitas terpadu antar ilmu-ilmu biologi, biokimia, genetika, mikrobiologi, teknik kimia, komputasi, dan biofisika dengan menggunakan pendekatan biologi molekuler untuk menghasilkan suatu barang dan jasa yang terkait dengan perkembangan IPTEK.
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target.
Penggunaan PCR telah berkembang secara cepat seirama dengan perkembangan biologi molekuler. PCR digunakan untuk identifikasi penyakit genetik, infeksi oleh virus, diagnosis dini penyakit seperti AIDS, Genetic profiling in forensic, legal and bio-diversity applications, biologi evolusi, Site-directed mutagenesis of genes dan mRNA Quantitation di sel ataupun jaringan.
Tabel 1 Amplifikasi Geometrik (X=2 n)
Siklus PCR
Jumlah Relatif Molekul
1
2
2
4
3
8
4
16
5
32
6
64
10
1.024
20
1. 048.576
30
1.073.741.824
1.1 Teknik Dasar Amplifikasi PCR
Penemuan awal dari teknik PCR didasarkan pada tiga waterbaths yang mempunyai temperatur yang berbeda. Thermal-cycler pertama kali dipublikasikan pada tahun 1986, akan tetapi DNA polymerase awal yang digunakan masih belum thermostable, dan harus ditambahkan disetiap siklusnya. Kelemahan lain temperature 37°C yang digunakan bias dan menyebabkan non-specific priming, sehingga menghasilkan produk yang tidak dikehendaki. Taq DNA polymerase yang diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus (Taq) dikembangkan pada tahun 1988. Ensim ini tahan sampai temperature mendidih 100°C, dan aktifitas maksimal pada temperatur 92-95°C.
Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi, annealing dan ekstensi oleh enzim DNA polimerase. Sepasang primer oligonukleotida yang spesifik digunakan untuk membuat hibrid dengan ujung-5’ menuju ujung-3’ untai DNA target dan mengamplifikasi untuk urutan yang diinginkan. Dasar siklus PCR ada 30-35 siklus meliputi:
denaturation (95°C), 30 detik
annealing (55–60°C), 30 detik
extension (72°C), waktu tergantung panjang pendeknya ukuran DNA yang diinginkan sebagai produk amplifikasi.
Peningkatan jumlah siklus PCR diatas 35 siklus tidak memberikan efek yang positif, seperti yang terlihat pada gambar1B
Gambar1. Siklus dasar PCR. A. Sistem tiga temperatur yang berbeda. B. Kenaikan hasil amplifikasi menunjukkan pertumbuhan sigmoid.
1.1.1 Denaturasi untai ganda DNA
Denaturasi untai ganda DNA merupakan langkah yang kritis selama proses PCR. Temperatur yang tinggi pada awal proses menyebabkan pemisahan untai ganda DNA. Temperatur pada tahap denaturasi pada kisaran 92-95ºC, suhu 94ºC merupakan pilihan standar.
Gambar2. Reaksi skematis proses amplifikasi.
Temperatur denaturasi yang tinggi membutuhkan kandungan GC yang tinggi dari DNA template, tetapi half-life dari Taq DNA Polymerase menekan secara tajam pada temperatur sekitar 95ºC.
1.1.2 Primer Annealing
Primer Annealing, pengenalan (annealing) suatu primer terhadap DNA target tergantung pada panjang untai, banyaknya kandungan GC, dan konsentrasi primer itu sendiri. Optimalisasi temperatur annealing dimulai dengan menghitung Melting Temperature (Tm) dari ikatan primer dan DNA template. Cara termudah menghitung untuk mendapatkan melting-temperatur yang tepat menggunakan rumus Tm = {(G+C)x4} +{ (A+T)x2}. Rumus standar dapat dilihat di subbab primer pada komponen PCR. Sedang temperatur annealing biasanya 5ºC ddibawah Tm primer yang sebenarnya. Secara praktis, Tm ini dipengaruhi oleh komponen buffer, konsentrasi primer dan DNA template.
Gambar3. Optimalisasi Temperatur Annealing. Primer dikalkulasi untuk menentukan annealing temperature (misal 54°C). Temperature must be confirmed practically dengan menggunakan gradient cycler. Step temperature berjarak 2°C per gradient analysis.
Amplifikasi akan lebih effisien bila temperatur annealing tidak kurang dari 37ºC agar tidak terjadi mispriming. Oleh karena itu, pada temperatur sekitar 55ºC akan dihasilkan amplifikasi produk yang mempunyai spesifitas yang tinggi. Penyusunan primer dapat dilihat disubbab primer dari komponen primer. Primer ini akan menempel pada urutan nukleotida yang sesuai dengan urutan primer itu sendiri, dan menempel pada posisi ujung-5’ dari untai DNA target yang telah terurai pada proses sebelumnya.
1.1.3 DNA Polymerase extension
Pada tahap extension ini terjadi proses pemanjangan untai baru DNA, dimulai dari posisi primer yang telah menempel di urutan basa nukleotida DNA target akan bergerak dari ujung 5’ menuju ujung 3’ dari untai tunggal DNA. Proses pemanjangan atau pembacaan informasi DNA yang diinginkan sesuai dengan panjang urutan basa nukleotida yang ditargetkan. Pada setiap satu kilobase (1000bp) yang akan diamplifikasi memerlukan waktu 1 menit. Sedang bila kurand dari 500bp hanya 30 detik dan pada kisaran 500 tapi kurang dari 1kb perlu waktu 45 detik, namun apabila lebih dari 1kb akan memerlukan waktu 2 menit di setiap siklusnya (lihat contoh pada tabel 2). Adapun temperatur ekstensi berkisar antara 70-72°C.
Tabel 2. Beberapa contoh program PCR
Program
Jumlah siklus
Tahapan
Temperatur
Waktu
1. Gen A
(produk 465bp)
1
Hot-start (denaturasi awal)
92°C
5menit
30
Denaturation
92°C
30 detik
Annealing
55°C
30 detik
Extention
70°C
30 detik
1
Ektensi Akhir
70°C
7 menit
2. Gen B
(produk 675b)
1
Hot-start (denaturasi awal)
94°C
2menit
35
Denaturation
94°C
30 detik
Annealing
60°C
30 detik
Extention
72°C
45 detik
1
Ektensi Akhir
72°C
7 menit
II. Komponen PCR
Pada reaksi PCR diperlukan DNA template, primer spesifik, ensim DNA polimerase yang thermostabil, buffer PCR, ion Mg 2+, dan thermal cycler.
2.1 Template DNA
Ukuran target amplifikasi biasanya kurang dari 1000 pasangan basa (bp) atau 1KB, Hasil amplifikasi yang efisien antara 100-400bp. Walaupun kemungkinan hasil amplifikasi lebih dari 1 kB tetapi prosesnya kurang efisien, karena produk yang panjang rentan terhadap inhibitor yang mempengaruhi kerja ensim DNA polymerase dan waktu yang diperlukan lebih lama. Hal ini dapat menyebabkan hasil amplifikasi yang tidak diinginkan.
Kemurnian DNA target sangat penting, karena ketidakmurnian suspensi DNA dapat mempengaruhi reaksi amplifikasi dan dapat menghambat kerja ensim DNA polymerase. Meskipun demikian, pada kondisi tertentu amplifikasi PCR masih dapat bekerja dalam suspensi kasar, seperti koloni bakteri. Bakteri tidak perlu diekstraksi dan secara langsung dicampurkan pada PCR mix solution sebagai template.
Pemilihan target yang akan diamplifikasi perlu memperhatikan kestabilan genetik dari daerah/urutan nukleotida yang ditargetkan. Perubahan atau hilangnya sebagian urutan target akan berakibat hilangnya reaktivitas. Bagian dari plasmid yang membawa sifat virulensi suatu bakteri adalah salah satu contoh elemen genetik yang potensial tidak stabil. Elemen genetik ini bisa hilang waktu isolai atau pemindahan serial. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya amplifikasi segera dilakukan setelah isolasi DNA selesai.
2.2 Primers
Primer disusun dari sintesis oligonukleotida sepanjang 15-32bp dan primer ini harus mampu mengenali urutan yang akan diamplifikasi. Untuk standar amplifikasi sepasang primer akan mempunyai kisaran pasangan basa sekitar 20 basa panjangnya pada tiap primernya. Kandungan GC harus antara 45-60%. Annealing temperatur antara primer yang digunakan harus berkisar antara 1°C. Ujung 3’ dari setiap primer harus G atau C, akan tetapi hindari susunan nukleotida G/C berturut-turut tiga pada ujung ini, misal CCG, GCG, GGC, GGG, CCC, GCC. Pada penentuan atau penyusunan sepasang primer, penting diperhatikan urutan primer tidak saling komplementer sehingga membentuk dimer-primers, berikatan satu sama lain, atau membentuk hairpins. Hal lainnya hindari menyusun primer pada daerah DNA repetitif. Selain itu, faktor homologi urutan nukleotida dengan urutan DNA target sangat mempengaruhi kestabilan ikatan keduanya. Semakin tinggi prosentase homologi semakin stabil ikatan yang terbentuk.
5´-ACCGGTAGCCACGAATTCGT-3´
| | | | | | | | | |
3´-TGCTTAAGCACCGATGGCCA-5´
Gambar4. Bentuk dimer-primer dari sepasang primer
Temperatur annealing sangat tergantung pada primer dengan Tm yang tertentu. Penentuan formula primer ditentukan secara teoritikal oleh Tm asam nukleat. Formula di bawah ini dapat digunakan untuk mengestimasi titik Tm untuk oligonucleotida primer yang diinginkan:
Tm = 81.5 + 16.6 x (log10[Na+]) + 0.41 x 9%G+C) -675/n
Dimana [Na+] adalah konsentrasi molar garam, [Na+]=[K+]; dan n= jumlah basa dalam oligonukleotida.
2.3 Taq DNA polymerase
Enzim ini bersifat thermostabil dan diisolasi dari Thermus aquaticus. Aktivitas polimerisasi DNAnya dari ujung-5’ ke ujung-3’ dan aktivitas enzimatik ini mempunyai waktu paruh sekitar 40 menit pada 95ºC. Biasanya untuk setiap 100μl volume reaksi ditambahkan 2.0-2.5 unit Taq polymerase. Penggunaan enzim ini harus diperhatikan proses penyimpanan (selalu di freezer -20ºC) dan juga pada saat pengambilan tidak boleh terlalu lama di temperatur ruang, usahakan selalu dalam kotak berisi water-ice. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kerusakan enzim yang mungkin terjadi akibat pengaruh perubahan temperatur. Taq DNA polymerase yang digunakan dalam PCR adalah milik paten asli dari perusahaan Promega. Walaupun pada saat ini telah banyak dikembangkan oleh perusahaan yang lain.
2.4 PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3) dan 1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA template dan primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum dengan kombinasi yang lain. Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau dengan MgCl2.
Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang sangat kritikal, karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses annealing primer, temperatur dissosiasi untai DNA template, dan produk PCR. Hal ini disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ itu sangat rendah. Hal ini penting untuk preparasi DNA template yang tidak mengandung konsentrasi chelating agent yang tinggi, seperti EDTA atau phosphat. Ion Mg2+ yang bebas bila terlalu rendah atau tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR, sedang bila terlalu banyak ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan produk PCR yang tidak diinginkan. Penentuan kisaran konsentrasi Mg2+ dapat dilihat pada gambar 5, pada setiap step bervariasi berjarak0.5 mM.
Gambar5. Hasil PCR berdasarkan optimalisasi konsentrasi Mg 2+. M: Marker DNA, blank: kontrol negatif, kolom 2,3, dst hasil amplifikasi.
2.5 Nucleotides (dNTPs)
Konsentrasi yang biasanya digunakan untuk setiap dNTP adalah 200 μM. Pada konsentrasi ini penting untuk mengatur konsentrasi ke-empat dNTP pada titik estimasi Km untuk setiap dNTP. 50mM, harus selalu diatur pH7.0. Konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan ketidakseimbangan dengan enzim polymerase. Sedang pada konsentrasi rendah akan memberikan ketepatan dan spesifitas yang tinggi tanpa mereduksi hasil akhir. Total konsentrasi dNTP dan ion saling terkait dan tidak akan merubah secara bebas.
2.6 PCR Thermal Cycler
PCR thermal cycler pertama kali dikembangkan oleh perusahaan PerkinElmer sebagai pemegang paten asli. Pada saat ini telah diproduksi berbagai macam tipe alat PCR thermal cycler ini dari berbagai perusahaan yang bergerak dalam bioteknologi. Walaupun nama masing-masing alat itu berbeda tetapi prinsip kerjanya sama.
Gambar6. PCR thermal cycler multi-block system
Alat ini secara tepat meregulasi temperatur dan siklus waktu yang dibutuhkan untuk reprodusibilitas dan keakuratan reaksi amplifikasi. Seperti telah disebutkan di atas, siklus PCR terbagi atas tiga step utama yaitu DNA denaturation (92-95ºC, selama 30-60 detik), primer annealing (50-64ºC, selama 60-120 detik), dan extention (70-72ºC, selama 30-120 detik). Siklus ini berulang 20-35 kali. Siklus utama ini diawali terlebih dahulu oleh dengan hot-start misal 94ºC selama 5 menit (lihat tabel 2 diatas). Langkah ini dilakukan untuk memaksimalkan proses denaturasi DNA template, karena apabila denaturasi tidak sempurna akan menyebabkan kegagalan proses PCR. Setelah siklus utama berakhir, maka ditambah program final extension dengan temperatur 70-72ºC selama 7-10 menit.
OBESITAS
Définisi:
kegemukan (obesitas) adalah kelebihan lemak tubuh. Selain tubuh jadi tidak menarik, kegemukan mengarah ke masalah kesehatan yg serius dan mempersingkat harapan hidup.
Berat badan yang kelebihan 20% atau lebih dari berat ideal sesuai dengan umur, seks/gender, tinggi badan dan ukuran bentuk tubuh.
Komplikasi:
-osteoartritis(peradangan sendi karena degenerasi) pada sendi yang menopang berat badan seperti lutut, pinggul dan tulang belakang.
-tekanan darah tinggi, penyakit jantung,sesak nafas, bila sedikit bekerja secara fisik.
-kencing manis
Penyebab
-terlalu banyak makan
-metabolisme tubuh yang rendah
-kurang aktifitas
kegemukan (obesitas) adalah kelebihan lemak tubuh. Selain tubuh jadi tidak menarik, kegemukan mengarah ke masalah kesehatan yg serius dan mempersingkat harapan hidup.
Berat badan yang kelebihan 20% atau lebih dari berat ideal sesuai dengan umur, seks/gender, tinggi badan dan ukuran bentuk tubuh.
Komplikasi:
-osteoartritis(peradangan sendi karena degenerasi) pada sendi yang menopang berat badan seperti lutut, pinggul dan tulang belakang.
-tekanan darah tinggi, penyakit jantung,sesak nafas, bila sedikit bekerja secara fisik.
-kencing manis
Penyebab
-terlalu banyak makan
-metabolisme tubuh yang rendah
-kurang aktifitas
KEMANDULAN
Kemandulan adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mencapai kehamilan setelah selama 1 tahun melaksanakan hubungan seksual secara teratur dan tidak menggunakan alat kontrasepsi. Kemandulan primer adalah istilah yang dìgunakan jika pasangn suami istri sama sekali belum pernah memiliki anak. continue...
Pendidikan yang berkisinambungan
Dewasa ini pendidikan memang sesuatu yang harus selalu di prioritaskan... to be continue...
Kesehatan SANGAT Penting
Halam ini segera d tambahkan materi tentang pentingnya kesatan untuk mencapai taraf hidup SEJAHTERA.
Langganan:
Postingan (Atom)