Jumat, Juli 17, 2009

Polymerase Chain Reaction

Dasar Teknik Amplifikasi DNA dan Applikasinya
Laboratorium Sentral Biologi Molekuler & Seluler

I. Pendahuluan
Perkembangan bioteknologi modern di awal tahun 1970-an telah membuka cakrawala baru dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai disiplin ilmu bergerak bersama dalam proses pengembangan teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian biologi molekuler. Kajian aktivitas terpadu antar ilmu-ilmu biologi, biokimia, genetika, mikrobiologi, teknik kimia, komputasi, dan biofisika dengan menggunakan pendekatan biologi molekuler untuk menghasilkan suatu barang dan jasa yang terkait dengan perkembangan IPTEK.
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target.
Penggunaan PCR telah berkembang secara cepat seirama dengan perkembangan biologi molekuler. PCR digunakan untuk identifikasi penyakit genetik, infeksi oleh virus, diagnosis dini penyakit seperti AIDS, Genetic profiling in forensic, legal and bio-diversity applications, biologi evolusi, Site-directed mutagenesis of genes dan mRNA Quantitation di sel ataupun jaringan.
Tabel 1 Amplifikasi Geometrik (X=2 n)
Siklus PCR
Jumlah Relatif Molekul
1
2
2
4
3
8
4
16
5
32
6
64
10
1.024
20
1. 048.576
30
1.073.741.824

1.1 Teknik Dasar Amplifikasi PCR
Penemuan awal dari teknik PCR didasarkan pada tiga waterbaths yang mempunyai temperatur yang berbeda. Thermal-cycler pertama kali dipublikasikan pada tahun 1986, akan tetapi DNA polymerase awal yang digunakan masih belum thermostable, dan harus ditambahkan disetiap siklusnya. Kelemahan lain temperature 37°C yang digunakan bias dan menyebabkan non-specific priming, sehingga menghasilkan produk yang tidak dikehendaki. Taq DNA polymerase yang diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus (Taq) dikembangkan pada tahun 1988. Ensim ini tahan sampai temperature mendidih 100°C, dan aktifitas maksimal pada temperatur 92-95°C.
Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi, annealing dan ekstensi oleh enzim DNA polimerase. Sepasang primer oligonukleotida yang spesifik digunakan untuk membuat hibrid dengan ujung-5’ menuju ujung-3’ untai DNA target dan mengamplifikasi untuk urutan yang diinginkan. Dasar siklus PCR ada 30-35 siklus meliputi:
denaturation (95°C), 30 detik
annealing (55–60°C), 30 detik
extension (72°C), waktu tergantung panjang pendeknya ukuran DNA yang diinginkan sebagai produk amplifikasi.
Peningkatan jumlah siklus PCR diatas 35 siklus tidak memberikan efek yang positif, seperti yang terlihat pada gambar1B

Gambar1. Siklus dasar PCR. A. Sistem tiga temperatur yang berbeda. B. Kenaikan hasil amplifikasi menunjukkan pertumbuhan sigmoid.
1.1.1 Denaturasi untai ganda DNA
Denaturasi untai ganda DNA merupakan langkah yang kritis selama proses PCR. Temperatur yang tinggi pada awal proses menyebabkan pemisahan untai ganda DNA. Temperatur pada tahap denaturasi pada kisaran 92-95ºC, suhu 94ºC merupakan pilihan standar.

Gambar2. Reaksi skematis proses amplifikasi.

Temperatur denaturasi yang tinggi membutuhkan kandungan GC yang tinggi dari DNA template, tetapi half-life dari Taq DNA Polymerase menekan secara tajam pada temperatur sekitar 95ºC.

1.1.2 Primer Annealing
Primer Annealing, pengenalan (annealing) suatu primer terhadap DNA target tergantung pada panjang untai, banyaknya kandungan GC, dan konsentrasi primer itu sendiri. Optimalisasi temperatur annealing dimulai dengan menghitung Melting Temperature (Tm) dari ikatan primer dan DNA template. Cara termudah menghitung untuk mendapatkan melting-temperatur yang tepat menggunakan rumus Tm = {(G+C)x4} +{ (A+T)x2}. Rumus standar dapat dilihat di subbab primer pada komponen PCR. Sedang temperatur annealing biasanya 5ºC ddibawah Tm primer yang sebenarnya. Secara praktis, Tm ini dipengaruhi oleh komponen buffer, konsentrasi primer dan DNA template.

Gambar3. Optimalisasi Temperatur Annealing. Primer dikalkulasi untuk menentukan annealing temperature (misal 54°C). Temperature must be confirmed practically dengan menggunakan gradient cycler. Step temperature berjarak 2°C per gradient analysis.

Amplifikasi akan lebih effisien bila temperatur annealing tidak kurang dari 37ºC agar tidak terjadi mispriming. Oleh karena itu, pada temperatur sekitar 55ºC akan dihasilkan amplifikasi produk yang mempunyai spesifitas yang tinggi. Penyusunan primer dapat dilihat disubbab primer dari komponen primer. Primer ini akan menempel pada urutan nukleotida yang sesuai dengan urutan primer itu sendiri, dan menempel pada posisi ujung-5’ dari untai DNA target yang telah terurai pada proses sebelumnya.

1.1.3 DNA Polymerase extension
Pada tahap extension ini terjadi proses pemanjangan untai baru DNA, dimulai dari posisi primer yang telah menempel di urutan basa nukleotida DNA target akan bergerak dari ujung 5’ menuju ujung 3’ dari untai tunggal DNA. Proses pemanjangan atau pembacaan informasi DNA yang diinginkan sesuai dengan panjang urutan basa nukleotida yang ditargetkan. Pada setiap satu kilobase (1000bp) yang akan diamplifikasi memerlukan waktu 1 menit. Sedang bila kurand dari 500bp hanya 30 detik dan pada kisaran 500 tapi kurang dari 1kb perlu waktu 45 detik, namun apabila lebih dari 1kb akan memerlukan waktu 2 menit di setiap siklusnya (lihat contoh pada tabel 2). Adapun temperatur ekstensi berkisar antara 70-72°C.
Tabel 2. Beberapa contoh program PCR
Program
Jumlah siklus
Tahapan
Temperatur
Waktu
1. Gen A
(produk 465bp)

1
Hot-start (denaturasi awal)
92°C
5menit

30
Denaturation
92°C
30 detik


Annealing
55°C
30 detik


Extention
70°C
30 detik

1
Ektensi Akhir
70°C
7 menit
2. Gen B
(produk 675b)

1
Hot-start (denaturasi awal)
94°C
2menit

35
Denaturation
94°C
30 detik


Annealing
60°C
30 detik


Extention
72°C
45 detik

1
Ektensi Akhir
72°C
7 menit

II. Komponen PCR
Pada reaksi PCR diperlukan DNA template, primer spesifik, ensim DNA polimerase yang thermostabil, buffer PCR, ion Mg 2+, dan thermal cycler.

2.1 Template DNA
Ukuran target amplifikasi biasanya kurang dari 1000 pasangan basa (bp) atau 1KB, Hasil amplifikasi yang efisien antara 100-400bp. Walaupun kemungkinan hasil amplifikasi lebih dari 1 kB tetapi prosesnya kurang efisien, karena produk yang panjang rentan terhadap inhibitor yang mempengaruhi kerja ensim DNA polymerase dan waktu yang diperlukan lebih lama. Hal ini dapat menyebabkan hasil amplifikasi yang tidak diinginkan.
Kemurnian DNA target sangat penting, karena ketidakmurnian suspensi DNA dapat mempengaruhi reaksi amplifikasi dan dapat menghambat kerja ensim DNA polymerase. Meskipun demikian, pada kondisi tertentu amplifikasi PCR masih dapat bekerja dalam suspensi kasar, seperti koloni bakteri. Bakteri tidak perlu diekstraksi dan secara langsung dicampurkan pada PCR mix solution sebagai template.
Pemilihan target yang akan diamplifikasi perlu memperhatikan kestabilan genetik dari daerah/urutan nukleotida yang ditargetkan. Perubahan atau hilangnya sebagian urutan target akan berakibat hilangnya reaktivitas. Bagian dari plasmid yang membawa sifat virulensi suatu bakteri adalah salah satu contoh elemen genetik yang potensial tidak stabil. Elemen genetik ini bisa hilang waktu isolai atau pemindahan serial. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya amplifikasi segera dilakukan setelah isolasi DNA selesai.
2.2 Primers
Primer disusun dari sintesis oligonukleotida sepanjang 15-32bp dan primer ini harus mampu mengenali urutan yang akan diamplifikasi. Untuk standar amplifikasi sepasang primer akan mempunyai kisaran pasangan basa sekitar 20 basa panjangnya pada tiap primernya. Kandungan GC harus antara 45-60%. Annealing temperatur antara primer yang digunakan harus berkisar antara 1°C. Ujung 3’ dari setiap primer harus G atau C, akan tetapi hindari susunan nukleotida G/C berturut-turut tiga pada ujung ini, misal CCG, GCG, GGC, GGG, CCC, GCC. Pada penentuan atau penyusunan sepasang primer, penting diperhatikan urutan primer tidak saling komplementer sehingga membentuk dimer-primers, berikatan satu sama lain, atau membentuk hairpins. Hal lainnya hindari menyusun primer pada daerah DNA repetitif. Selain itu, faktor homologi urutan nukleotida dengan urutan DNA target sangat mempengaruhi kestabilan ikatan keduanya. Semakin tinggi prosentase homologi semakin stabil ikatan yang terbentuk.
5´-ACCGGTAGCCACGAATTCGT-3´
| | | | | | | | | |
3´-TGCTTAAGCACCGATGGCCA-5´

Gambar4. Bentuk dimer-primer dari sepasang primer
Temperatur annealing sangat tergantung pada primer dengan Tm yang tertentu. Penentuan formula primer ditentukan secara teoritikal oleh Tm asam nukleat. Formula di bawah ini dapat digunakan untuk mengestimasi titik Tm untuk oligonucleotida primer yang diinginkan:
Tm = 81.5 + 16.6 x (log10[Na+]) + 0.41 x 9%G+C) -675/n
Dimana [Na+] adalah konsentrasi molar garam, [Na+]=[K+]; dan n= jumlah basa dalam oligonukleotida.
2.3 Taq DNA polymerase
Enzim ini bersifat thermostabil dan diisolasi dari Thermus aquaticus. Aktivitas polimerisasi DNAnya dari ujung-5’ ke ujung-3’ dan aktivitas enzimatik ini mempunyai waktu paruh sekitar 40 menit pada 95ºC. Biasanya untuk setiap 100μl volume reaksi ditambahkan 2.0-2.5 unit Taq polymerase. Penggunaan enzim ini harus diperhatikan proses penyimpanan (selalu di freezer -20ºC) dan juga pada saat pengambilan tidak boleh terlalu lama di temperatur ruang, usahakan selalu dalam kotak berisi water-ice. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kerusakan enzim yang mungkin terjadi akibat pengaruh perubahan temperatur. Taq DNA polymerase yang digunakan dalam PCR adalah milik paten asli dari perusahaan Promega. Walaupun pada saat ini telah banyak dikembangkan oleh perusahaan yang lain.

2.4 PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3) dan 1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA template dan primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum dengan kombinasi yang lain. Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau dengan MgCl2.
Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang sangat kritikal, karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses annealing primer, temperatur dissosiasi untai DNA template, dan produk PCR. Hal ini disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ itu sangat rendah. Hal ini penting untuk preparasi DNA template yang tidak mengandung konsentrasi chelating agent yang tinggi, seperti EDTA atau phosphat. Ion Mg2+ yang bebas bila terlalu rendah atau tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR, sedang bila terlalu banyak ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan produk PCR yang tidak diinginkan. Penentuan kisaran konsentrasi Mg2+ dapat dilihat pada gambar 5, pada setiap step bervariasi berjarak0.5 mM.

Gambar5. Hasil PCR berdasarkan optimalisasi konsentrasi Mg 2+. M: Marker DNA, blank: kontrol negatif, kolom 2,3, dst hasil amplifikasi.




2.5 Nucleotides (dNTPs)
Konsentrasi yang biasanya digunakan untuk setiap dNTP adalah 200 μM. Pada konsentrasi ini penting untuk mengatur konsentrasi ke-empat dNTP pada titik estimasi Km untuk setiap dNTP. 50mM, harus selalu diatur pH7.0. Konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan ketidakseimbangan dengan enzim polymerase. Sedang pada konsentrasi rendah akan memberikan ketepatan dan spesifitas yang tinggi tanpa mereduksi hasil akhir. Total konsentrasi dNTP dan ion saling terkait dan tidak akan merubah secara bebas.

2.6 PCR Thermal Cycler
PCR thermal cycler pertama kali dikembangkan oleh perusahaan PerkinElmer sebagai pemegang paten asli. Pada saat ini telah diproduksi berbagai macam tipe alat PCR thermal cycler ini dari berbagai perusahaan yang bergerak dalam bioteknologi. Walaupun nama masing-masing alat itu berbeda tetapi prinsip kerjanya sama.


Gambar6. PCR thermal cycler multi-block system
Alat ini secara tepat meregulasi temperatur dan siklus waktu yang dibutuhkan untuk reprodusibilitas dan keakuratan reaksi amplifikasi. Seperti telah disebutkan di atas, siklus PCR terbagi atas tiga step utama yaitu DNA denaturation (92-95ºC, selama 30-60 detik), primer annealing (50-64ºC, selama 60-120 detik), dan extention (70-72ºC, selama 30-120 detik). Siklus ini berulang 20-35 kali. Siklus utama ini diawali terlebih dahulu oleh dengan hot-start misal 94ºC selama 5 menit (lihat tabel 2 diatas). Langkah ini dilakukan untuk memaksimalkan proses denaturasi DNA template, karena apabila denaturasi tidak sempurna akan menyebabkan kegagalan proses PCR. Setelah siklus utama berakhir, maka ditambah program final extension dengan temperatur 70-72ºC selama 7-10 menit.

Tidak ada komentar:

Ramalan Jodoh